Skip to main content

PARTAI KANCIL



Besok pagi pemilu dilangsungkan, orang sini menyebutnya coblosan. Malam ini Partai Kerbau sibuk melakukan serangan fajar. Tiap gang dimasuki, tiap rumah diketuk pintunya. Sembako beserta mie instan berpenyedap telah rapi terbungkus. Ditambah seamplop uang siap didistribusikan ke seluruh penjuru kampung. Untuk menghindari kecurigaan, para petugas partai dilarang memakai baju kebesarannya. Dan bingkisan dilarang bergambar logo partai atau apapun yang bisa mengundang panwaslu turun tangan. Pesan kepada calon pemilih cukup diverbalkan lewat masing-masing petugas saja, “Jangan lupa Bu, besok pagi pilih Partai Kerbau!”

Saking banyaknya rumah yang harus dimasuki, dan saking mepetnya jam tayang serangan fajar, maka bingkisan disampaikan secara cepat. Tapi, saking cepatnya, beberapa kali petugas partai lupa memverbalkan dari mana bingkisan ini datangnya. Dan pesan yang paling penting, bagian pesan ‘harus memilih siapa’, juga ndilalah banyak lupa diucap. Saking terburu-burunya mereka dikejar fajar. Beberapa penghuni kampung sampai bergumam, “Ini tadi dari siapa, ya? Besok disuruh nyoblos apa?”

Melihat fenomena ini, petugas Partai Kancil, yang terkenal cerdik, memanfaatkan kesempatan timun yang bernilai emas ini. Dia ikuti laku petugas Partai Kerbau. Selisih lima menit dari keluarnya petugas Partai Kerbau tadi, dia masuk ke tiap gang, tiap rumah. Lalu disampaikan pesan berikut,

“Bu, jangan lupa, besok pilih Partai Kancil!”, sambil menjulurkan jempolnya.

Comments

Popular posts from this blog

ASALNYA MANA?

"Mas, aslinya mana?" "Saya lahir di Padang, tapi habis itu dari balita sampai TK saya tinggal di Jakarta. Lalu SD sampai SMP pindah ke Wonosobo. Kuliah di Jakarta, dan sekarang ada di Jember. Bapak Ibu saya orang Jogja. Jadi, saya asli mana?" *** "Mbak asalnya dari mana?" "Jakarta." "Aslinya?" "Purwokerto." *** "Saya lahir di Jombang. Sampai SMA masih di sana. Tapi begitu kuliah sampai sekarang, saya tinggal di sini, di Surabaya." "Total berapa tahun di Surabaya?" "Dua puluh tujuh tahun. Dan saya masih dianggap pendatang sama orang sini." *** "Aslinya mana Mas?" "Blitar." "Blitar mana?" "Wlingi." "Oh, Blitar coret, toh." *** Pertanyaan itu selalu ambigu buat saya, entah ketika berada di posisi penanya atau yang ditanyai. Tapi pertanyaan itu sepertinya sudah menjadi basa-basi yang wajib ditanyakan, utamanya ketika awal berkenalan, dipertengahan ngob

LALU KENAPA KALO NDAK NGIKUT TREN?

Dari ujung kepala sampai ujung kaki harus bermerek. Dari pomade sampe sepatu harus yang ada di iklan. Kalo kurang satu aja berasa incomplete. Been there done that, dan capek. Hampir semua yang pernah muda pasti pernah melaluinya. Kalo ndak, ada dua kemungkinan. Dari kecil langsung tua, atau ndak ngikuti arus jaman. Manapun pilihannya, saya ucapkan selamat. Karena -sekali lagi - ngikuti arus jaman itu lelah, melelahkan. Tivi "nyuruh" kita pake merek ini atau itu dengan "alasan" biar keren dan dianggap "eksis". Kenapa saya kasi petik dua? Karena mereka tak secara langsung nyuruhnya. Pakailah sampo nganu, biar kaya Beckham. Koran, majalah dan internet juga setali tiga uang. Apa coba hubungannya Messi berpose sama henpon cina berwarna goldie? Messi juga tak mungkin - logika saya ya - memakai henpon cina. Oh, saya lupa. Ada teori yang bilang manusia akan selalu mengaitkan dua hal yang dijejerkan. Foto Kanye Wes kalo dijejerkan dengan Kim Kardashian, pasti akan

ATEIS BINGUNG

Dalam sebuah ceramahnya, Almarhum K.H. Zainuddin M.Z. pernah menganalogikan seorang ateis itu sebagai orang yg kebingungan. Dikisahkannya, ada seorang lelaki yg membutuhkan sepotong celana untuk dipakainya sendiri. Dia lihat semua merek, dia coba semua merek, lalu dia bingung dengan semua merek. "Semua enak dipakai, semua bilang paling trendy." "Jadi, mau pilih yg mana?" "Saya telanjang saja, saya nggak pilih yg mana-mana, saya bingung." Beberapa orang ateis memilih untuk tak beragama karena kebingungan. Bingung karena katanya semua agama menawarkan kebaikan, kedamaian dan hal-hal baik lainnya. Maka oleh sebab itu dia memilih untuk tidak bercelana. Maksud saya tidak beragama. "Tuhan, percayakah Engkau bahwa aku seorang ateis?" (Joko Pinurbo, 23.44 - 28 Jan. 2012) #haduhakudifollow #jokopinurbo