Skip to main content

IRONI LEBARAN

BELANJA BAJU BARU

Baju baru untuk berlebaran. Lebaran, merayakan kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa. Tiga puluh hari, di waktu siang tidak makan, tidak minum dan menahan nafsu. Laki-laki itu, belanja baju barunya di siang hari, di pusat perbelanjaan. Di sela-sela kunjungan antar tokonya, dia sempatkan minum teh dingin dalam kemasan ditemani sepiring rawon empal.

***

NYUCI MOBIL GANTI OLI

Mas-mas sama ibu tua. Ngantri servis mobil sekalian nyuci. Beberapa kali ibu menyuruh mas yang sepertinya adalah anaknya buat ngecek ini ngecek itu. Mobilnya mau dipake mudik. Mudik silaturahim ke kampung, sembari merayakan Idul Fitri, merayakan kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa. Tiga puluh hari, di waktu siang tidak makan, tidak minum dan menahan nafsu. Mas itu baru saja membuang bungkus kemasan minuman dingin, yang diambilnya dari kulkas bengkel. Seger sepertinya, siang-siang minum teh kotak, pas puasaan.

***

SERVIS MOTOR JANTAN

Motornya sedang diservis. Rencananya mau dipake lebaran. Lebaran, merayakan kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa. Tiga puluh hari, di waktu siang tidak makan, tidak minum dan menahan nafsu. Bapak pemilik motor terlihat sedang menunggu di ruang tunggu, sambil menghisap rokok, ketika bulan puasa bahkan belum akan pamit.
Sungguh ironi.

***

H-4, Ramadhan 1437 H.

Comments

Popular posts from this blog

ASALNYA MANA?

"Mas, aslinya mana?" "Saya lahir di Padang, tapi habis itu dari balita sampai TK saya tinggal di Jakarta. Lalu SD sampai SMP pindah ke Wonosobo. Kuliah di Jakarta, dan sekarang ada di Jember. Bapak Ibu saya orang Jogja. Jadi, saya asli mana?" *** "Mbak asalnya dari mana?" "Jakarta." "Aslinya?" "Purwokerto." *** "Saya lahir di Jombang. Sampai SMA masih di sana. Tapi begitu kuliah sampai sekarang, saya tinggal di sini, di Surabaya." "Total berapa tahun di Surabaya?" "Dua puluh tujuh tahun. Dan saya masih dianggap pendatang sama orang sini." *** "Aslinya mana Mas?" "Blitar." "Blitar mana?" "Wlingi." "Oh, Blitar coret, toh." *** Pertanyaan itu selalu ambigu buat saya, entah ketika berada di posisi penanya atau yang ditanyai. Tapi pertanyaan itu sepertinya sudah menjadi basa-basi yang wajib ditanyakan, utamanya ketika awal berkenalan, dipertengahan ngob

SAYA SAKIT APA, DOK?

“Saya suka berobat ke dokter yang saleh itu. Di pintu kamar praktiknya terpampang tulisan ‘Sakit Itu Menyehatkan Iman’” (Joko Pinurbo, 19.41 – 20 Agustus 2012) Gedung Keuangan Negara I Surabaya punya klinik. Dokter yang praktik usianya sudah sepuh. Rambutnya sudah tinggal beberapa helai, keriputnya di mana-mana, tangannya pun kadang bergetar ketika menulis resep. Tak perlu saya tuliskan gelarnya yang panjang, karena saya pun tak hafal. Kalau lah saya hafal, saya juga tak tahu arti dan manfaatnya buat saya. Dari penampakannya cukup lah bagi saya untuk menyimpulkan betapa banyak jam terbangnya, dan betapa mumpuni ilmu dan pengalamannya.  Dokter ini tak pernah mendiagnosis yang ngeri-ngeri. Pun ketika saya ke sana dengan berbagai keluhan yang dramatis. Macam demam hanya di sore hari, lalu nafsu makan rendah, kulit nyeri dan sebagainya dan seterusnya. Kesimpulannya tak jauh-jauh dari kelelahan, stres atau kurang istirahat. Obat yang diberikan biasanya tak jauh dari ka

MINTA MAAF ITU GENGSI

Kepada klien, konsumen, nasabah, atau teman, seringkali kita lebih mudah mengatakan maaf dan terima kasih. Lebih mudah daripada mengatakan kedua kata itu kepada suami, istri, ayah, ibu, kakak, adik, anak atau anggota keluarga lainnya. Seakan ada gengsi yang menggantung menggelayut di pangkal bibir yang membuatnya berat untuk diucap. Namun sejujurnya hati lah yg merasa harga diri seakan jatuh jika kita minta maaf. Bahkan, seandainya saja pengadilan memutuskan kita bersalah, kata maaf itu rasanya masih susah buat dirilis. Ada penghambat bernama perasaan "aku kalah" jika sampai kata maaf itu terucap. Yang saya bilang di atas tadi masih level medium. Saya pernah bertemu dengan orang yg berprinsip tidak akan meminta maaf karena kata maaf itu sama saja berkata kalau pengucapnya adalah lemah. Sedangkan dia merasa tidak lemah, tak pernah salah, dia sempurna. Makanya, buat dia meminta maaf adalah aib. Betapa congkaknya orang ini, saya pikir. Padahal Nabi saja berkata manusia ada