Skip to main content

KETIKA PAMER KEBAIKAN DIBUNGKAM



                Jaman media sosial adalah jaman berbagi, share bahasa fesbuknya. Apapun bisa dibagi, mulai makanan, aktivitas, sampai hobi.
                Ketika seseorang men-share sesuatu, kita tak pernah tahu maksud apa yg ada dibelakang kirimannya. Bisa jadi karena ingin pamer, minta perhatian, sekedar berbagi perasaan senang, share info sampai tanpa ada maksud sama sekali pun bisa. Semuanya bisa dibagi, entah baik entah buruk, atau yg abu-abu.
                Saya masih ingat ketika awal munculnya media sosial banyak sekali orang berdoa distatusnya. Banyak orang mengupload aktivitas sedekahnya. Tak sedikit pula yg mengunggah foto dirinya sedang menuju ke Gereja, Masjid atau bahkan selfie ketika umroh.
                Lalu bermunculanlah komentar-komentar yg menghardik mereka.
                "Emang Tuhan punya akun fesbuk, ya? Kok pada berdoa di wall?"
                Orang-orang baik, yg masih percaya doa pun akhirnya memilih untuk mundur teratur. Status berbagi doa pun mulai hilang sedikit demi sedikit. Padahal dari status itu, tak sedikit yg mendapat hidayah, dengan ingat Tuhan ketika kesusahan, maupun kebahagiaan.
                Tak hanya status doa yg menghilang. Foto-foto masjid, umroh, sedekah pun semakin sedikit. Berkat bombardir status,
                "Situ selfie pas umroh, niatnya pamer apa ibadah? Ga takut pahala ilang gara-gara dosa sombong, ujub dan riya?"
                Adalah baik mengingatkan orang untuk tidak terjebak dalam dosa pamer, sombong, ujub dan riya. Tapi apakah Sampean tau apa yg ada dihati orang? Apakah Sampean tau itung-itungan pahala Gusti Allaah sampe berani menjudge orang lain hilang pahala karena upload foto?
                Padahal, dibelakang foto umroh seorang kawan saya, terkandung iri yg amat sangat untuk bisa seperi dia dan kakak, adik plus ibu bapaknya. Padahal dibelakang foto bareng anak yatim dari kawan yg bersedekah terkandung keingingan hebat untuk bisa meniru jejaknya. Dan difoto otw masjid seorang kawan, saya jadi diingatkan betapa seorang lelaki muslim harus sering sholat jamaah di sana.
                Tapi, doa-doa dan gambar-gambar baik itu sekarang pelan tapi pasti menghilang. Berganti dengan idola baru bernama Awkarin. Yang dengan enteng mengupload segala hal yg tak patut ditayangkan, tanpa takut dibilang kehilangan pahala dan seterusnya dan lain sebagainya.
                Awkarin, standar baru, idola baru remaja dan anak-anak kita.

Comments

  1. kita yang ujub, atau pembaca yang dengki? mudah2an tidak dua-duanya ya Dev.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

ASALNYA MANA?

"Mas, aslinya mana?" "Saya lahir di Padang, tapi habis itu dari balita sampai TK saya tinggal di Jakarta. Lalu SD sampai SMP pindah ke Wonosobo. Kuliah di Jakarta, dan sekarang ada di Jember. Bapak Ibu saya orang Jogja. Jadi, saya asli mana?" *** "Mbak asalnya dari mana?" "Jakarta." "Aslinya?" "Purwokerto." *** "Saya lahir di Jombang. Sampai SMA masih di sana. Tapi begitu kuliah sampai sekarang, saya tinggal di sini, di Surabaya." "Total berapa tahun di Surabaya?" "Dua puluh tujuh tahun. Dan saya masih dianggap pendatang sama orang sini." *** "Aslinya mana Mas?" "Blitar." "Blitar mana?" "Wlingi." "Oh, Blitar coret, toh." *** Pertanyaan itu selalu ambigu buat saya, entah ketika berada di posisi penanya atau yang ditanyai. Tapi pertanyaan itu sepertinya sudah menjadi basa-basi yang wajib ditanyakan, utamanya ketika awal berkenalan, dipertengahan ngob

LALU KENAPA KALO NDAK NGIKUT TREN?

Dari ujung kepala sampai ujung kaki harus bermerek. Dari pomade sampe sepatu harus yang ada di iklan. Kalo kurang satu aja berasa incomplete. Been there done that, dan capek. Hampir semua yang pernah muda pasti pernah melaluinya. Kalo ndak, ada dua kemungkinan. Dari kecil langsung tua, atau ndak ngikuti arus jaman. Manapun pilihannya, saya ucapkan selamat. Karena -sekali lagi - ngikuti arus jaman itu lelah, melelahkan. Tivi "nyuruh" kita pake merek ini atau itu dengan "alasan" biar keren dan dianggap "eksis". Kenapa saya kasi petik dua? Karena mereka tak secara langsung nyuruhnya. Pakailah sampo nganu, biar kaya Beckham. Koran, majalah dan internet juga setali tiga uang. Apa coba hubungannya Messi berpose sama henpon cina berwarna goldie? Messi juga tak mungkin - logika saya ya - memakai henpon cina. Oh, saya lupa. Ada teori yang bilang manusia akan selalu mengaitkan dua hal yang dijejerkan. Foto Kanye Wes kalo dijejerkan dengan Kim Kardashian, pasti akan

ATEIS BINGUNG

Dalam sebuah ceramahnya, Almarhum K.H. Zainuddin M.Z. pernah menganalogikan seorang ateis itu sebagai orang yg kebingungan. Dikisahkannya, ada seorang lelaki yg membutuhkan sepotong celana untuk dipakainya sendiri. Dia lihat semua merek, dia coba semua merek, lalu dia bingung dengan semua merek. "Semua enak dipakai, semua bilang paling trendy." "Jadi, mau pilih yg mana?" "Saya telanjang saja, saya nggak pilih yg mana-mana, saya bingung." Beberapa orang ateis memilih untuk tak beragama karena kebingungan. Bingung karena katanya semua agama menawarkan kebaikan, kedamaian dan hal-hal baik lainnya. Maka oleh sebab itu dia memilih untuk tidak bercelana. Maksud saya tidak beragama. "Tuhan, percayakah Engkau bahwa aku seorang ateis?" (Joko Pinurbo, 23.44 - 28 Jan. 2012) #haduhakudifollow #jokopinurbo