Skip to main content

KOPI LANANG, KOPI CACAT NAN NIKMAT



                Lanang dalam Bahasa Jawa artinya lelaki, pria, jantan. Konon, kopi ini disebut lanang karena bentuknya yang tunggal, bulat dan tak terbelah seperti biji kopi kebanyakan. Bentuk biji kopi yang dalam bahasa internasionalnya disebut peaberrycoffee ini memang lain dari biji kopi pada umumnya. Selain tunggal dan bulat, biji kopi lanang ini lebih kecil dari ukuran biji kopi biasa. Biji kopi lanang sebenarnya adalah biji kopi cacat. Bentuknya yang unik ini tercipta berkat ketidaksempurnaan proses tumbuh kembang dari buah kopi. Karena sesuatu dan lain hal, satu belah menjadi kopi tumbuh tak sempurna, sementara belah biji lainnya leluasa tumbuh kembang menempati ruang pada buah kopi.
                Beberapa orang mengartikan lanangnya kopi ini karena efeknya. Kandungan kafeinnya yang lebih tinggi dari kopi biasa, menstimulus jantung dan memberi sensasi melek dan trengginas yang lebih lama dan lebih kuat. Efek ini sering diartikan dengan tenaga ekstra dan vitalitas yang sering kali diasosiasikan dengan kaum lelaki.
                Kopi ini kopi mahal, meskipun tak semahal kopi luwak. Sebagai perbandingan, salah satu produsen tradisional Kopi Lanang di Desa Kayu Mas, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Situbondo menjual setiap setengah kilogram Kopi Arabika kualitas spesialnya dengan harga Rp. 35.000,-. Sementara untuk bubuk Kopi Lanang, mereka menjualnya dengan harga Rp. 50.000,- untuk setiap setengah kilogramnya.
                Tak dibutuhkan bantuan hewan atau mesin khusus untuk membuatnya. Pun tak ada jenis tanaman khusus yang memproduksinya. Kopi ini bisa didapatkan baik dari batang Robusta maupun Arabika. Kopi ini menjadi mahal karena kelangkaannya serta kerumitan dalam proses pemilihannya. Biji kopi cacat ini, disortir dari sekian banyak biji kopi normal. Tak sampai 5% dari keseluruhan biji kopi dari sebuah pohon kopi yang bisa disebut lanang. Ketelatenan memilah dan memilih inilah yang patut untuk dihargai lebih.
                Rasa kopi lanang ini amat sangat bersahabat. Bubuk kopinya ketika belum diseduh beraroma manis, warnanya coklat kemerahan. Ketika diseduh, aroma manis lagi-lagi menyeruak naik dari gelas. Warna wedangnya kemerahan, sekilas mirip dengan seduhan teh pekat. Rasa pahitnya tipis dan keasamannya tak terlalu kuat untuk ukuran kopi Arabika, dibumbui dengan rasa coklat, dan sedikit kekayuan.  Jika Anda tertarik, tak perlu jauh-jauh naik ke Desa Kayu Mas, cukup kunjungi kedai kopi mereka di seputaran Alun-Alun Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo. Mampirlah bila Anda sedang dalam perjalanan darat dari Surabaya ke Banyuwangi atau sebaliknya. Dan Anda pun bisa segera melanjutan perjalanan dengan lebih melek dan bersemangat.


Comments

Popular posts from this blog

ASALNYA MANA?

"Mas, aslinya mana?" "Saya lahir di Padang, tapi habis itu dari balita sampai TK saya tinggal di Jakarta. Lalu SD sampai SMP pindah ke Wonosobo. Kuliah di Jakarta, dan sekarang ada di Jember. Bapak Ibu saya orang Jogja. Jadi, saya asli mana?" *** "Mbak asalnya dari mana?" "Jakarta." "Aslinya?" "Purwokerto." *** "Saya lahir di Jombang. Sampai SMA masih di sana. Tapi begitu kuliah sampai sekarang, saya tinggal di sini, di Surabaya." "Total berapa tahun di Surabaya?" "Dua puluh tujuh tahun. Dan saya masih dianggap pendatang sama orang sini." *** "Aslinya mana Mas?" "Blitar." "Blitar mana?" "Wlingi." "Oh, Blitar coret, toh." *** Pertanyaan itu selalu ambigu buat saya, entah ketika berada di posisi penanya atau yang ditanyai. Tapi pertanyaan itu sepertinya sudah menjadi basa-basi yang wajib ditanyakan, utamanya ketika awal berkenalan, dipertengahan ngob

SAYA SAKIT APA, DOK?

“Saya suka berobat ke dokter yang saleh itu. Di pintu kamar praktiknya terpampang tulisan ‘Sakit Itu Menyehatkan Iman’” (Joko Pinurbo, 19.41 – 20 Agustus 2012) Gedung Keuangan Negara I Surabaya punya klinik. Dokter yang praktik usianya sudah sepuh. Rambutnya sudah tinggal beberapa helai, keriputnya di mana-mana, tangannya pun kadang bergetar ketika menulis resep. Tak perlu saya tuliskan gelarnya yang panjang, karena saya pun tak hafal. Kalau lah saya hafal, saya juga tak tahu arti dan manfaatnya buat saya. Dari penampakannya cukup lah bagi saya untuk menyimpulkan betapa banyak jam terbangnya, dan betapa mumpuni ilmu dan pengalamannya.  Dokter ini tak pernah mendiagnosis yang ngeri-ngeri. Pun ketika saya ke sana dengan berbagai keluhan yang dramatis. Macam demam hanya di sore hari, lalu nafsu makan rendah, kulit nyeri dan sebagainya dan seterusnya. Kesimpulannya tak jauh-jauh dari kelelahan, stres atau kurang istirahat. Obat yang diberikan biasanya tak jauh dari ka

MINTA MAAF ITU GENGSI

Kepada klien, konsumen, nasabah, atau teman, seringkali kita lebih mudah mengatakan maaf dan terima kasih. Lebih mudah daripada mengatakan kedua kata itu kepada suami, istri, ayah, ibu, kakak, adik, anak atau anggota keluarga lainnya. Seakan ada gengsi yang menggantung menggelayut di pangkal bibir yang membuatnya berat untuk diucap. Namun sejujurnya hati lah yg merasa harga diri seakan jatuh jika kita minta maaf. Bahkan, seandainya saja pengadilan memutuskan kita bersalah, kata maaf itu rasanya masih susah buat dirilis. Ada penghambat bernama perasaan "aku kalah" jika sampai kata maaf itu terucap. Yang saya bilang di atas tadi masih level medium. Saya pernah bertemu dengan orang yg berprinsip tidak akan meminta maaf karena kata maaf itu sama saja berkata kalau pengucapnya adalah lemah. Sedangkan dia merasa tidak lemah, tak pernah salah, dia sempurna. Makanya, buat dia meminta maaf adalah aib. Betapa congkaknya orang ini, saya pikir. Padahal Nabi saja berkata manusia ada