Skip to main content

DOA DAN DIAM



Momen doa bersama selalu membuat saya dag dig dug. Pertama, karena durasinya. Apakah durasi doa bersama akan panjang dan membosankan? Kedua, karena isinya. Apakah isinya sesuai dengan apa yang kita mau, atau minimal tak bertentangan dengan nurani kita? Yang ketiga, karena redaksinya. Apakah kita akan mengaminkan doa yang sekiranya tak kita mengerti isinya?

Maka dari itu, saya sangat menghargai pembacaan doa yang hanya menyediakan waktu dan menyerahkan redaksinya kepada pribadi masing-masing, Maka dari itu, saya sangat menghargai pendoa yang meminta tak terlalu panjang hingga memakan waktu bermenit-menit. Maka dari itu, saya sangat menghargai pendoa bilingual, yang membacakan doa dalam bahasa arab sekaligus mengartikannya.

Saya tak hendak menulis tentang apa saja persyaratan agar doa kita dikabulkan, karena sudah sering dibahas di majelis-majelis taklim. Saya juga tak hendak melarang doa bersama. Yang ingin saya utarakan, berdoalah bersama dengan memperhatikan sekitar Anda. Jangan doa yang ndakik-ndakik dan menghabiskan waktu tapi ternyata tidak ada yang mengaminkannya, karena kelamaan. Karena doa yang lama, disamping tidak diatur dalam adab berdoa, tak juga selalu menyenangkan banyak orang yang telah menunggu piring nasi diedarkan.

“Doaku simpel saja: Satu jam diam, lalu amin.”
(Joko Pinurbo | 20.59 - 9 Agustus 2012)


#haduhakudifollow
#jokopinurbo

Comments

Popular posts from this blog

ASALNYA MANA?

"Mas, aslinya mana?" "Saya lahir di Padang, tapi habis itu dari balita sampai TK saya tinggal di Jakarta. Lalu SD sampai SMP pindah ke Wonosobo. Kuliah di Jakarta, dan sekarang ada di Jember. Bapak Ibu saya orang Jogja. Jadi, saya asli mana?" *** "Mbak asalnya dari mana?" "Jakarta." "Aslinya?" "Purwokerto." *** "Saya lahir di Jombang. Sampai SMA masih di sana. Tapi begitu kuliah sampai sekarang, saya tinggal di sini, di Surabaya." "Total berapa tahun di Surabaya?" "Dua puluh tujuh tahun. Dan saya masih dianggap pendatang sama orang sini." *** "Aslinya mana Mas?" "Blitar." "Blitar mana?" "Wlingi." "Oh, Blitar coret, toh." *** Pertanyaan itu selalu ambigu buat saya, entah ketika berada di posisi penanya atau yang ditanyai. Tapi pertanyaan itu sepertinya sudah menjadi basa-basi yang wajib ditanyakan, utamanya ketika awal berkenalan, dipertengahan ngob

LALU KENAPA KALO NDAK NGIKUT TREN?

Dari ujung kepala sampai ujung kaki harus bermerek. Dari pomade sampe sepatu harus yang ada di iklan. Kalo kurang satu aja berasa incomplete. Been there done that, dan capek. Hampir semua yang pernah muda pasti pernah melaluinya. Kalo ndak, ada dua kemungkinan. Dari kecil langsung tua, atau ndak ngikuti arus jaman. Manapun pilihannya, saya ucapkan selamat. Karena -sekali lagi - ngikuti arus jaman itu lelah, melelahkan. Tivi "nyuruh" kita pake merek ini atau itu dengan "alasan" biar keren dan dianggap "eksis". Kenapa saya kasi petik dua? Karena mereka tak secara langsung nyuruhnya. Pakailah sampo nganu, biar kaya Beckham. Koran, majalah dan internet juga setali tiga uang. Apa coba hubungannya Messi berpose sama henpon cina berwarna goldie? Messi juga tak mungkin - logika saya ya - memakai henpon cina. Oh, saya lupa. Ada teori yang bilang manusia akan selalu mengaitkan dua hal yang dijejerkan. Foto Kanye Wes kalo dijejerkan dengan Kim Kardashian, pasti akan

ATEIS BINGUNG

Dalam sebuah ceramahnya, Almarhum K.H. Zainuddin M.Z. pernah menganalogikan seorang ateis itu sebagai orang yg kebingungan. Dikisahkannya, ada seorang lelaki yg membutuhkan sepotong celana untuk dipakainya sendiri. Dia lihat semua merek, dia coba semua merek, lalu dia bingung dengan semua merek. "Semua enak dipakai, semua bilang paling trendy." "Jadi, mau pilih yg mana?" "Saya telanjang saja, saya nggak pilih yg mana-mana, saya bingung." Beberapa orang ateis memilih untuk tak beragama karena kebingungan. Bingung karena katanya semua agama menawarkan kebaikan, kedamaian dan hal-hal baik lainnya. Maka oleh sebab itu dia memilih untuk tidak bercelana. Maksud saya tidak beragama. "Tuhan, percayakah Engkau bahwa aku seorang ateis?" (Joko Pinurbo, 23.44 - 28 Jan. 2012) #haduhakudifollow #jokopinurbo