Skip to main content

TAK HANYA TAHU, BOLA JUGA BULAT



Ketika tulisan ini saya buat, babak penyisihan piala dunia antara kesebelasan Maroko versus Portugal baru saja selesai dipertandingkan. Skor akhir 0-1 untuk kemenangan Portugal. Gol satu-satunya itu dicetak oleh Ronaldo ketika menit pertandingan baru menunjukkan angka empat. Gol ini diciptakan Ronaldo dengan sundulan kepala memanfaatkan tendangan penjuru dari sisi kanan pertahanan Maroko. Meski sudah berusia tiga puluhan, untuk urusan gol ternyata Ronaldo memang masih (sangat) tajam. Setidaknya sudah 4 gol dia ciptakan di ajang empat tahunan ini. (Messi?)


Setelah gol cepat itu tercipta, Portugal kembali ke strategi semula, tanpa strategi. Entah saya yang tak bisa membaca strategi atau bagaimana, yang jelas saya tak bisa membaca pola permainan Portugal. Bola mampir ke satu pemain, gocek kanan kiri, serahkan ke pemain terdekat, gocek sedikit lalu ujung-ujungnya diintersep pemain Arab Saudi. Duh, geregetan saya dibuatnya. Saya jadi mikir, jangan-jangan memang sengaja dibikin seperti itu strateginya agar tim lawan tak bisa menerka strategi mereka. Strategi yang hanya Tuhan dan Fernando Santos saja yang paham ke mana rencana bola akan digulirkan. 


Di babak kedua, Maroko makin menjadi-jadi. Permainan mereka enak ditonton. Aliran bola terlihat menyenangkan. Pergerakan tanpa bola para pemainnya keren. Bola jarang berpindah ke kaki pemain Portugal. Ball possesion mereka ambil alih. Kotak info ball possesion di pojok kiri layar televisi saya menyebut angka 70% untuk Maroko versus 30% untuk lawannya. Angka yang tak masuk akal untuk tim yang sedang melawan juara Eropa. Mehdi Benatia, yang profesi aslinya bek tengah, berkali-kali terlihat maju sampai depan gawang Portugal untuk membantu penyerangan. Upaya ini, meski tak menghasilkan gol tetapi banyak membantu barisan penyerang Maroko. Body raksasa bek Juventus ini acap kali membuat repot Pepe dan kawan-kawan. Untung Rui Patricio sangat lincah menjaga gawangnya, meski dengan sedikit uring-uringan. Sebuah tayangan ulang memperlihatkan kegeraman Patricio kepada rekan-rekannya karena membiarkan pemain-pemain Maroko punya ruang dan menciptakan tembakan berbahaya. 


Di babak kedua, portugal semakin menunjukkan ketidakjelasan permainan. Sempat muncul harapan ketika beberapa pemain yang kepayahan diganti dengan pemain baru. Tapi ternyata harapan tak jadi kenyataan. Pemain pengganti rupanya hanya berhasil meneruskan kinerja pemain sebelumnya, yang tak jelas.


Sampai peluit pajang ditiup bapak pengadil berbaju kuning, skor tak berubah, 0-1 untuk kemenangan Portugal. Statisik kasar saya ndak banyak meleset. Maroko ternyata mampu menorehkan catatan yang jauh lebih mentereng dibanding Portugal. Sepanjang pertandingan penguasaan bola mereka mencapai 55%. Jumlah tendangan ke gawang tercatat sebanyak 15 kali dengan tembakan tepat sasaran sebanyak 4 kali. Bandingkan dengan Portugal yang 10 kali melepas tembakan dengan hanya 2 saja yang tepat sasaran. Betapa malasnya Portugal malam ini, batin saya.


Di luar lapangan, hal-hal seperti ini jamak terjadi. Orang yang rajin dan punya dedikasi tinggi dalam pekerjaannya malah jarang mendapat kemenangan. Kepantang-menyerahan mereka justru membuahkan hasil yang tak manis, atau malah tak menghasilkan sama sekali. Semakin ironis ketika kekalahan itu mereka peroleh dari orang-orang yang cenderung aras-arasen kalo orang jawa bilang. Kadang kala mereka hanya kalah nasib, kalah beruntung, kalah takdir atau malah kalah bondo. Malam ini, sebelas pemain Maroko kalah bondo oleh kesebelasan portugal yang punya bondo berjuluk CR7. Malam ini kinerja baik mereka tak diganjar dengan kemenangan. Saya tak tahu kira-kira hikmah apa yang akan diberikan Sang Kuasa kepada Maroko, tapi saya yakin selalu ada reward buat mereka para pekerja keras yang tak pantang menyerah. Entah dalam bentuk apa.


Tipis peluang mereka untuk maju ke babak berikutnya. Maroko telah menelah dua kali kekalahan dan menghasilkan poin nol. Tapi saya angkat topi untuk mereka, meski mereka tak menang tapi mereka telah menunjukkan betapa menyenangkannya sepakbola kolektif. Kerjasama antar pemainnya sungguh luar biasa. Tak rugi saya mengganjal mata untuk melihar pertandingan malam ini. Semoga perasaan bahagia saya ini juga dirasakan oleh banyak orang yang menonton Maroko berlaga. 


Seperti kata pepatah, bola itu bulat. Hasil apapun bisa terjadi dalam olahraga paling terkenal di planet bumi ini, tanpa pandang bulu. Namun tak seperti tahu bulat, kehebatan sebuah perlu diusahan jauh-jauh hari dengan konsisten. Kemenangan tak dapat disiapkan begitu saja seperti tahu yang bisa digoreng dadakan.


Ngomong-ngomong, Portugal punya ndak sih pemain lain yang bisa mencetak gol selain Ronaldo? 


Devie, 20 Juni 2017.

Comments

Popular posts from this blog

ASALNYA MANA?

"Mas, aslinya mana?" "Saya lahir di Padang, tapi habis itu dari balita sampai TK saya tinggal di Jakarta. Lalu SD sampai SMP pindah ke Wonosobo. Kuliah di Jakarta, dan sekarang ada di Jember. Bapak Ibu saya orang Jogja. Jadi, saya asli mana?" *** "Mbak asalnya dari mana?" "Jakarta." "Aslinya?" "Purwokerto." *** "Saya lahir di Jombang. Sampai SMA masih di sana. Tapi begitu kuliah sampai sekarang, saya tinggal di sini, di Surabaya." "Total berapa tahun di Surabaya?" "Dua puluh tujuh tahun. Dan saya masih dianggap pendatang sama orang sini." *** "Aslinya mana Mas?" "Blitar." "Blitar mana?" "Wlingi." "Oh, Blitar coret, toh." *** Pertanyaan itu selalu ambigu buat saya, entah ketika berada di posisi penanya atau yang ditanyai. Tapi pertanyaan itu sepertinya sudah menjadi basa-basi yang wajib ditanyakan, utamanya ketika awal berkenalan, dipertengahan ngob

SAYA SAKIT APA, DOK?

“Saya suka berobat ke dokter yang saleh itu. Di pintu kamar praktiknya terpampang tulisan ‘Sakit Itu Menyehatkan Iman’” (Joko Pinurbo, 19.41 – 20 Agustus 2012) Gedung Keuangan Negara I Surabaya punya klinik. Dokter yang praktik usianya sudah sepuh. Rambutnya sudah tinggal beberapa helai, keriputnya di mana-mana, tangannya pun kadang bergetar ketika menulis resep. Tak perlu saya tuliskan gelarnya yang panjang, karena saya pun tak hafal. Kalau lah saya hafal, saya juga tak tahu arti dan manfaatnya buat saya. Dari penampakannya cukup lah bagi saya untuk menyimpulkan betapa banyak jam terbangnya, dan betapa mumpuni ilmu dan pengalamannya.  Dokter ini tak pernah mendiagnosis yang ngeri-ngeri. Pun ketika saya ke sana dengan berbagai keluhan yang dramatis. Macam demam hanya di sore hari, lalu nafsu makan rendah, kulit nyeri dan sebagainya dan seterusnya. Kesimpulannya tak jauh-jauh dari kelelahan, stres atau kurang istirahat. Obat yang diberikan biasanya tak jauh dari ka

MINTA MAAF ITU GENGSI

Kepada klien, konsumen, nasabah, atau teman, seringkali kita lebih mudah mengatakan maaf dan terima kasih. Lebih mudah daripada mengatakan kedua kata itu kepada suami, istri, ayah, ibu, kakak, adik, anak atau anggota keluarga lainnya. Seakan ada gengsi yang menggantung menggelayut di pangkal bibir yang membuatnya berat untuk diucap. Namun sejujurnya hati lah yg merasa harga diri seakan jatuh jika kita minta maaf. Bahkan, seandainya saja pengadilan memutuskan kita bersalah, kata maaf itu rasanya masih susah buat dirilis. Ada penghambat bernama perasaan "aku kalah" jika sampai kata maaf itu terucap. Yang saya bilang di atas tadi masih level medium. Saya pernah bertemu dengan orang yg berprinsip tidak akan meminta maaf karena kata maaf itu sama saja berkata kalau pengucapnya adalah lemah. Sedangkan dia merasa tidak lemah, tak pernah salah, dia sempurna. Makanya, buat dia meminta maaf adalah aib. Betapa congkaknya orang ini, saya pikir. Padahal Nabi saja berkata manusia ada