Skip to main content

Posts

Showing posts from 2016

MARI KOMPLAIN!

"Pak, kursinya bolong, ACnya bocor!" "Ya kalo ndak mau ya jangan naik bis ini, Mbak! Sana, cari yg lain!" Jawaban di atas adalah jawaban kenek bis merespon keluhan dari pelanggannya. Posisi mereka tidak dalam posisi yg seimbang. Bis dan krunya, dengan segala ketiadaan armada lain, dalam posisi superior. Sementara Mbak pelanggan dalam posisi tak punya pilihan lain, selain bertahan sekuat tenaga menjaga posisi duduknya yg setengah berdiri dengan tetesan air conditioner yg bocor. Sesekali dia melirik jam tangan yg sudah menunjuk ke angka sepuluh, sesekali dia melempar pandangan ke luar, sambil berharap ada bis lain yg lebih bagus. Meskipun dia tahu itu mustahil. Keluhan, dalam ilmu pemasaran yg pernah saya peroleh, adalah emas buat siapapun yg sedang mengais rejeki. Beruntunglah Anda yg membuka warung lalu mendapati konsumen Anda komplain, barangkali tentang rasa masakannya, kotornya meja atau pelayanan Anda. Karena, konsumen yg tidak komplain, jauh lebih berbahaya dar

KETIKA PAMER KEBAIKAN DIBUNGKAM

                Jaman media sosial adalah jaman berbagi, share bahasa fesbuknya. Apapun bisa dibagi, mulai makanan, aktivitas, sampai hobi.                 Ketika seseorang men-share sesuatu, kita tak pernah tahu maksud apa yg ada dibelakang kirimannya. Bisa jadi karena ingin pamer, minta perhatian, sekedar berbagi perasaan senang, share info sampai tanpa ada maksud sama sekali pun bisa. Semuanya bisa dibagi, entah baik entah buruk, atau yg abu-abu.                 Saya masih ingat ketika awal munculnya media sosial banyak sekali orang berdoa distatusnya. Banyak orang mengupload aktivitas sedekahnya. Tak sedikit pula yg mengunggah foto dirinya sedang menuju ke Gereja, Masjid atau bahkan selfie ketika umroh.                 Lalu bermunculanlah komentar-komentar yg menghardik mereka.                 "Emang Tuhan punya akun fesbuk, ya? Kok pada berdoa di wall?"                 Orang-orang baik, yg masih percaya doa pun akhirnya memilih untuk mundur teratur. Status

MENGAWALI HARI DARI WARUNG KOPI GODOK

            Warung kopi, buat sebagian masyarakat kelas pekerja, adalah semacam markas kecil dengan garis start , sebelum menggelindingkan diri mengais rejeki setiap hari. Di sini, mereka mengobrol tentang apa saja. Mulai dari bagaimana menghadapi bos, juragan, majikan (atau apalah namanya) sampai kiat-kiat menundukkan pelanggan. Di sini, para pekerja bisa saling curhat, saling menguatkan atau sekedar menghibur rekan yang kebetulan terkena apes .             “Mbak, kopi ireng siji !”             Kalimat pendek di atas seringkali menjadi awal segala pembicaraan, entah penting atau sekedar ngobrol ngalor - ngidul membahas transfer pemain bola di negeri antah berantah sana. Memang tak semua pengunjung warung i ni memesan kopi. Ada yang memesan teh, jeruk anget atau jahe panas. Tapi kopi tetaplah minuman pendamping ngobrol terfavorit di warung ini.             Kopi di sini lain dari kopi yang biasanya. Kopi

KOPI LANANG, KOPI CACAT NAN NIKMAT

                Lanang dalam Bahasa Jawa artinya lelaki, pria, jantan. Konon, kopi ini disebut lanang karena bentuknya yang tunggal, bulat dan tak terbelah seperti biji kopi kebanyakan. Bentuk biji kopi yang dalam bahasa internasionalnya disebut peaberrycoffee ini memang lain dari biji kopi pada umumnya. Selain tunggal dan bulat, biji kopi lanang ini lebih kecil dari ukuran biji kopi biasa. Biji kopi lanang sebenarnya adalah biji kopi cacat. Bentuknya yang unik ini tercipta berkat ketidaksempurnaan proses tumbuh kembang dari buah kopi. Karena sesuatu d an lain hal, satu belah menjadi kopi tumbuh tak sempurna, sementara belah biji lainnya leluasa tumbuh kembang menempati ruang pada buah kopi.                 Beberapa orang mengartikan lanangnya kopi ini karena efeknya. Kandungan kafeinnya yang lebih tinggi dari kopi biasa, menstimulus jantung dan memberi sensasi melek dan trengginas yang lebih lama dan lebih k

KOLEKTOR MAKANAN

Sekali dua kali kita pasti pernah, sangat bernafsu mengumpulkan bermacam makanan untuk berbuka. Berbagai jenis makanan yang ketika jam kita puasa sepertinya saling tunjuk tangan minta dimasukkan ke mulut kita. Mulai es campur, kolak pisang, pisang goreng, kue kering, nasi rawon, sampai kerupuk udang. Semuanya berasa enak dan menyegarkan. Dan berkumpullah mereka semua dalam koleksi makanan berbuka siap saji kita. Beberapa saat kemudian, waktu berbuka pun telah datang. Kita incip dulu es campur, seteguk, dua teguk, sesendok, dua sendok, sampe habis. Berlanjut ke pisang goreng keju bertabur coklat. Ketika habis pisang goreng itu, tetiba kita merasa ndak kuat lagi melanjutkan ke menu nasi goreng. Antara perut yg serasa penuh sama keinginan makan yg sudah reda. Mungkin ada perkecualian, beberapa orang yg dikaruniai kapasitas perut dan nafsu makan yg besar. Tetapi kebanyakan orang merasakan hal yg sama, merasa cukup ketika beberapa suap makanan sidah masuk ke perut. Sudah melew

IRONI LEBARAN

BELANJA BAJU BARU Baju baru untuk berlebaran. Lebaran, merayakan kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa. Tiga puluh hari, di waktu siang tidak makan, tidak minum dan menahan nafsu. Laki-laki itu, belanja baju barunya di siang hari, di pusat perbelanjaan. Di sela-sela kunjungan antar tokonya, dia sempatkan minum teh dingin dalam kemasan ditemani sepiring rawon empal. *** NYUCI MOBIL GANTI OLI Mas-mas sama ibu tua. Ngantri servis mobil sekalian nyuci. Beberapa kali ibu menyuruh mas yang sepertinya adalah anaknya buat ngecek ini ngecek itu. Mobilnya mau dipake mudik. Mudik silaturahim ke kampung, sembari merayakan Idul Fitri, merayakan kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa. Tiga puluh hari, di waktu siang tidak makan, tidak minum dan menahan nafsu. Mas itu baru saja membuang bungkus kemasan minuman dingin, yang diambilnya dari kulkas bengkel. Seger sepertinya, siang-siang minum teh kotak, pas puasaan. *** SERVIS MOTOR JANTAN Motornya sedang diservis. Rencananya mau di

ASALNYA MANA?

"Mas, aslinya mana?" "Saya lahir di Padang, tapi habis itu dari balita sampai TK saya tinggal di Jakarta. Lalu SD sampai SMP pindah ke Wonosobo. Kuliah di Jakarta, dan sekarang ada di Jember. Bapak Ibu saya orang Jogja. Jadi, saya asli mana?" *** "Mbak asalnya dari mana?" "Jakarta." "Aslinya?" "Purwokerto." *** "Saya lahir di Jombang. Sampai SMA masih di sana. Tapi begitu kuliah sampai sekarang, saya tinggal di sini, di Surabaya." "Total berapa tahun di Surabaya?" "Dua puluh tujuh tahun. Dan saya masih dianggap pendatang sama orang sini." *** "Aslinya mana Mas?" "Blitar." "Blitar mana?" "Wlingi." "Oh, Blitar coret, toh." *** Pertanyaan itu selalu ambigu buat saya, entah ketika berada di posisi penanya atau yang ditanyai. Tapi pertanyaan itu sepertinya sudah menjadi basa-basi yang wajib ditanyakan, utamanya ketika awal berkenalan, dipertengahan ngob

LALU KENAPA KALO NDAK NGIKUT TREN?

Dari ujung kepala sampai ujung kaki harus bermerek. Dari pomade sampe sepatu harus yang ada di iklan. Kalo kurang satu aja berasa incomplete. Been there done that, dan capek. Hampir semua yang pernah muda pasti pernah melaluinya. Kalo ndak, ada dua kemungkinan. Dari kecil langsung tua, atau ndak ngikuti arus jaman. Manapun pilihannya, saya ucapkan selamat. Karena -sekali lagi - ngikuti arus jaman itu lelah, melelahkan. Tivi "nyuruh" kita pake merek ini atau itu dengan "alasan" biar keren dan dianggap "eksis". Kenapa saya kasi petik dua? Karena mereka tak secara langsung nyuruhnya. Pakailah sampo nganu, biar kaya Beckham. Koran, majalah dan internet juga setali tiga uang. Apa coba hubungannya Messi berpose sama henpon cina berwarna goldie? Messi juga tak mungkin - logika saya ya - memakai henpon cina. Oh, saya lupa. Ada teori yang bilang manusia akan selalu mengaitkan dua hal yang dijejerkan. Foto Kanye Wes kalo dijejerkan dengan Kim Kardashian, pasti akan

TAK SUNGGUH-SUNGGUH MEMINTA RAMADHAN

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانٍ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ “Ya Allah berkahilah hidup kami di bulan Rajab dan Syakban dan sampaikanlah usia kami hingga bulan ramadhan”. *** Tak semua pemanjat doa diatas dikabulkan permintaannya oleh Allah SWT. Beberapa teman dan saudara kita bahkan lebih dulu menghadap Allah sebelum tarawih pertama dilaksanakan. Bahkan seorang Muhammad Ali dipanggil beberapa hari sebelum sempat mencicipi makan sahur pertamanya di Ramadhan tahun ini. Maka berbahagialah Kita yang masih bisa menjumpai Ramadhan untuk kesekian kalinya. Ucapan selamat patut diucapkan kepada Kita, karena Allah memilih Kita untuk menjadi salah satu hambaNya yang diberi kesempatan untuk menikmati fasilitas keberlipatan pahala yang tiada tara, Hanya di bulan ini, Ramadhan. Doa adalah permintaan. Permintaan yang serius menjadi salah satu syarat dikabulkannya permintaan. Serius tidaknya sebuah permintaan tidak hanya dinilai ketika permintaan itu diucapkan, ketika doa

YANG PUASA YANG MENAIKKAN HARGA

Kabarnya, kita yang puasa ini yang menjadikan harga daging sapi melambung tinggi. Kabarnya kita-kita yang sedang mengendalikan hawa nafsu ini yang menyebabkan daging ayam ganti harga. Katanya, kita, umat yang sedang belajar untuk merasa lapar dan berempati kepada kaum miskin ini yang membuat minyak goreng jadi tak murah lagi. Katanya, kita yang dengan puasanya ini sedang belajar memperkuat kasih sayang dan semangat tolong menolong kepada sesama, yang malah menjadikan banyak orang malah tak mampu membeli kebutuhan hidupnya. Kabarnya, kita, umat yang sedang belajar mengendalikan anggota tubuhnya ini, malah membuat semua harga kebutuhan pokok jadi naik tidak karuan. Kita yang harusnya mampu menahan diri dari berbagai keinginan dunia, justru pas bulan puasa ini seakan gelap mata dan gelap perut. Berbagai macam makanan kita tumpuk menjelang saat berbuka. Es cendol, es manado, kolak, sup merah, muffin, waffle, pisang goreng, kacang rebus, jagung bakar, puding, ayam goreng, soto daging,

BAJU BEKAS BERISIK

Pagi itu Bagas berniat membawa seplastik besar baju-baju yg sudah dikumpulkannya sore hari sebelumnya. Baju-baju yg layak pakai, tapi sudah jarang dipakai sama Bagas, rencananya akan diberikan ke panti asuhan kampung sebelah. Siapa tahu baju ini lebih berguna daripada teronggok diam di lemarinya. Tiba-tiba ada suara berisik dari dalam plastik, "Gas, Bagas! Jangan kasi gue ke orang, dong! Gue kan masih bagus!" Dengan bingung Bagas mencari sumber suara. "Iya, ini gue, baju elu!" Kaget Bagas, bajunya bisa bersuara. Masih belum tuntas keheranan Bagas, kembali baju itu bicara, "Apa ga sayang sama gue, mahal loh elu belinya dulu. Sampe pake nabung segala bukan?" Bagas yang sudah mau beranjak pergi, mendadak duduk kembali. Sambil menimbang-nimbang perkataan kemeja dari dalam plastik kresek merah ukuran besarnya. Ah, nggak ah, baju ini lebih berguna buat saudara-saudara di kampung sebelah. Gue 'kan sudah punya yang baru. Kata Bagas dalam hati. Bagas pun berdir

THE POWER OF WORDS AND HUMANITY

Foto diambil dari www.telegraph.co.uk THE POWER OF WORDS AND HUMANITY (The Bridges of Spies) Sepertiga film pertama, saya pikir film ini terlalu cepat untuk ukuran sebuah film tentang pembelaan seorang pengacara buat kliennya. Tak ada detil pembelaan atau drama perang mulut antara Jaksa-Hakim-Pengacara, kecuali sedikit bagian tentang Donovan yang mempertanyakan penangkapan yang tak prosedural. Kliennya bukan orang biasa, Kolonel Rudol Abel, seorang tertuduh mata-mata Sovyet, yang menjadi musuh seluruh Amerika. Demi mendapatkan citra bahwa seorang mata-mata pun mendapat pengacara yang handal, maka Amerika menyewa Donovan untuk membela Abel. Donovan, meskipun dari firma hukum terkenal, tapi dia hanyalah  seorang pengacara asuransi yang tak pernah membela kasus spionase internasional. Singkat cerita, Donovan menerima penugasannya, dan melakukan pekerjaannya sebagai pengacara secara sungguh-sungguh dan profesional, meskipun ada kemungkinan (dan besar) akan dimusuhi o

TAMBUN, TUA DAN BERUBAN ADALAH KENIKMATAN

“Bapak itu kepala bagian apa ya, Mbak?” tanya seseorang kepada teman se-lift-nya. Dia bertanya sambil mengarahkan kerlingan mata ke pria yang baru saja keluar lift. Pria tambun itu hanyalah staf biasa. Dia baru beberapa tahun bekerja di kantor ini. Posturnya menyalip karirnya. *** “Selamat siang, Pak,” sapa resepsionis dengan wajah sungkem ke sosok beruban yang dia temui di depan pintu lobi. Sapa kepada orang yang berada di samping sosok beruban itu bukan “Pak” tapi “Mas”. Resepsionis berwajah mellow  itu tersipu malu ketika mengetahui bahwa sapaannya salah alamat. Pria beruban itu adalah bawahan pria tak beruban. *** Berjam-jam sudah Andi negosiasi berbusa-busa dengan klien. Pembicaraan itu nyaris tak berujung kesepakatan. Datanglah Rozak menyelamatkannya.  Junior berwajah “boros” itu tak butuh waktu lama. Pembicaraannya hanya diawali dengan dehaman ala bassis paduan suara. Selanjutnya klienlah yang mencerocos dan ditutup dengan sepuluh dua puluh kata.Lalu, deal!